Suara.com – Harga emas dunia masih menjadi perhatian para pelaku pasar seiring dengan posisinya sebagai aset lindung nilai saat wabah virus corona atau Covid-19 yang masih menghantam perekonomian global.
Tag: BERITA KOMODITAS
HARGA EMAS NAIK DI EKONOMI YANG SURAM
Harga emas naik pada aktivitas perdagangan akhir pekan kemarin. Para investor membeli logam safe-haven karena kekhawatiran gelombang baru kasus corona virus menambah prospek ekonomi yang suram dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed. Continue reading →
MENGAKHIRI GDP AS DOLAR AS JATUH
Ekonomi Amerika Serikat kuartal pertama 2020 terjun bebas ke level negatif, lebih rendah daripada ekspektasi. Berdasarkan laporan Departemen Perdagangan AS yang dirilis pada hari Kamis (28/Mei) malam ini, Gross Domestic Product (GDP) estimasi kedua anjlok ke -5 persen, lebih rendah daripada -4.8 persen di estimasi pertama. Continue reading →
Harga Emas Anjlok Merupakan Terendah Dalam Seminggu
Hai trader, ingin tahu berita terbaru komoditas hari ini? Harga Emas Anjlok Merupakan Terendah Dalam Seminggu. Pada penutupan perdagangan Selasa atau Rabu pagi waktu Jakarta, harga emas kembali anjlok. Terlebih pelemahan ini menjadi yang terendah dalam satu minggu terakhir.
Melansir CNBC, Rabu (10/9/2019), penurunan harga emas ini disebabkan dolar Amerika Serikat terus menguat pengaruh ekspektasi penurunan suku bunga yang kurang agresif oleh Federal Reserve atau the Fed bulan ini. Selain itu, investor masih menunggu pernyataan Jerome Powell mengenai kebijakan moneternya.
Harga Emas Stabil Menunggu Pengumuman Risalah The Fed
Berita terbaru tentang forex dan komoditas hari ini – Harga Emas Stabil Menunggu Pengumuman Risalah The Fed. Pada hari Senin (Selasa pagi WIB), harga emas stabil setelah naik tipis dari level terendah lebih dari dua minggu di awal sesi, di tengah turunnya pasar saham menunggu pengumuman risalah Fed atau Bank Sentral Amerika Serikat dari pertemuan terakhirnya.
Dikutip dari Reuters, Selasa (21/5/2019), harga emas di pasar spot tidak berubah di level USD 1.276,94 per ounce, usai menyentuh level terendah sejak 3 Mei 2019 di USD 1.273,22 per ounce pada awal sesi. Harga emas berjangka Amerika Serikat mengalami kenaikan tipis 0,1 persen menjadi USD 1.277,3 per ounce.
Harga Emas Mendatar, Dolar AS Mengalami Kenaikan
Berita tentang komoditas terbaru hari ini – Pada hari Senin di sesi Asia harga emas diperdagangkan mendatar dikarenakan dolar Amerika Serikat mengalami kenaikan tipis.
Emas Berjangka pada bulan Juni, diperdagangkan di divisi Comex New York Mercantile Exchange, tidak mengalami perubahan yaitu di $1,276.15 pada pukul 12.00 WIB.
Logam mulia mendekati posisi terendah dua minggu pada hari Jumat ketika dolar Amerika Serikat naik menyusul pengumuman laporan yang memperlihatkan sentimen konsumen Amerika Serikat ada di level tertinggi 15 tahun. Pada data bahwa media pemerintah China menyatakan tidak sabar atas kemajuan kesepakatan perdagangan dengan Washington juga mendukung dolar.
Emas Semakin Berkilau, Pasar Khawatir
Berita komoditas terbaru hari ini – Emas meneruskan penguatan bersamaan dengan Amerika Serikat yang resmi menaikkan tarif impor China, sehingga memperburuk kekhawatiran pasar atas perlambatan ekonomi global.
Menurut laporan Bloomberg, pada penutupan perdagangan minggu lalu, Jumat (10/5/2019), harga emas di bursa Comex ditutup mengalami penguatan 0,17% menjadi US$1.287,40 per troy ounce.
Selain itu, harga emas di pasar spot ditutup terapresiasi 0,15% menjadi US$1.286,05 per troy ounce.
Kepala Investasi Cabot Wealth Management Rob Lutts menyatakan jika kenaikan konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan China telah menyulitkan pasar saham serta mendorong permintaan untuk aset yang dipandang lebih aman, seperti emas.
Kesepakatan Dagang China-AS Buntu
Berita komoditas terbaru hari ini – Harga minyak mentah berjangka terdesak dikarenakan dorongan kekhawatiran atas pelemahan pertumbuhan ekonomi global di tengah ketidakpastian perbincangan perdagangan China dan Amerika Serikat.
Menurut laporan Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di level US$61,61 per barel, meburun 0,08% atau 0,05 poin sampai pukul 09.10 WIB, Senin (13/5/2019). Sedangkan harga minyak mentah Brent hanya naik tipis 0,18% atau 0,13 poin pada level US$70,75 per barel.
Amerika Serikat dan China menemui ketidakpastian dalam kesepakatan dagang pada Minggu (12/5/2019) waktu setempat. Dengan tanpa menghasilkan kesepakatan mengakibatkan pasar semakin cemas tentang nasib konflik dagang tersebut.
Suplai AS Bertambah, Harga Minyak WTI Turun
Berita terbaru tentang forex dan komoditas hari ini – Harga minyak mentah Amerika Serikat terpuruk dan berakhir terkoreksi di perdagangan Rabu (24/4/2019), mengikuti data meningkatnya jumlah pasokan minyak mentah di Amerika Serikat.
Penurunan pada perdagangan Rabu sekaligus menangkis kenaikan selama dua hari yang telah memaksa harga minyak ke level tertingginya sejak Oktober, usai pemerintahan Presiden Donald Trump berjanji untuk memperketat sanksi atas Iran.
Menurut data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Juni 2019 ditutup menurun 41 sen di level US$65,89 per barel di New York Mercantile Exchange. WTI telah meningkat sekitar US$2,30 pada dua sesi perdagangan sebelumnya serta mencapai level penutupan tertingginya sejak 29 Oktober 2018.
AS Siap Cabut Garansi Impor Minyak Iran
Berita terbaru tentang forex dan komoditas hari ini, AS Siap Cabut Garansi Impor Minyak Iran, Harga Minyak Naik. Di mulai ini, harga minyak berada di zona hijau di perdagangan Senin.
Sampai pukul 13.52 WIB, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate mengalami penguatan 2,20% atau 1,41 poin ke level US$65,48. Selain itu, harga minyak Brent menghijau 2,25% atau 1,62 poin ke level US$73,59 per barel.
Penguatan tersebut disebabkan oleh informasi bahwa Amerika Serikat akan meberitahukan bahwa semua impor minyak Iran harus diselesaikan. Jika tidak, Negeri Paman Sam siap menjatuhkan sanksi.
Laporan jika Amerika Serikat bersiap memberitahukan bahwa para importir minyak Iran saat ini tak lagi akan diberikan kelonggaran, berdasarkan laporan Josh Rogin, yang merupakan kolumnis kebijakan luar negeri serta keamanan nasional Washington Post, Minggu (21/4) waktu setempat.









